Langsung ke konten utama

Postingan

Melatih Kemandirian Anak (Part 2)

 Hari ini, Baby El masih belajar makan sambil duduk tenang. Pagi, kami ambil tempat di balkon samping dekat kebun mini. Makannya kembaran alias bareng sepiring sama masnya. Kebetulan sayurnya gurih, tidak pedas. Harapannya tidak ada drama rebutan isi piring. Jeng jeng, drama adik hilang, drama mas datang. Mamas tidak mau makan bareng, jadilah ngereog. Alhasil, Baby El makannya lama karena terganggu. Tapi alhamdulillah, selama proses makan, dia bisa bertahan di satu tempat. Siang, Baby El makan terpisah sama Mas. Maksud hati biar tidak ada drama seperti pagi harinya. Rupanya, si adik malah nyariin. Masuk keluar ruang satu demi satu sampai akhirnya ketemu. Hwkwkkwkw.  Sore, Mas dan adik makan bareng lagi. Tapi, mas maunya sambil main. Jadilah berujung makan sambil main bareng. Tak apa jika hari ini masih belum bisa, setidaknya sudah mencoba belajar.  Good job, kesayangan-kesayangan Ibun. Besok kita belajar lagi, ya. Semangat! #sinergiwujudkanaksi #ibuprofesional #IP4ID2024 #bunsay9 #mela
Postingan terbaru

Melatih Kemandirian Anak (Part 1)

Tentang makan. Kupikir punya anak kedua akan lebih mudah saat kembali dihadapkan dengan permasalahan per-MPASI-an, tetapi salah. Setiap anak memang terlahir unik. Dan, tantanganku adalah menaklukkan setiap keunikan itu. Sejak awal MPASI, masalah utama Baby El adalah dia tidak mau makan dengan duduk tenang. Sudah berapa kali mengajarkan padanya duduk di kursi makan, dia berontak. Baru sesuap sudah nangis, bahkan sampai kejer-kejer. Tentu, demi kewarasan jiwa, aku memilih mengikuti apa sih maunya.  Rupanya dia lebih tertarik makan bareng mamasnya. Si Mamas kadang suka makan sambil main di teras depan rumah. Mamas memang belum bisa duduk tenang barang semenit, dan ini memang PR kami sebagai orang tua sejak dia dinyatakan ADHD oleh psikolog. Meskipun tak jarang, mamas sudah mau dan mampu makan sampai habis dengan duduk tanpa pindah tempat. Nah, kebiasaan dia makan seperti masnya aku biarkan. Apalagi ada PR BB yang harus terpenuhi. Iya, dia naik berat badannya minim banget, seringan mepet K

Persepsi Suami

Tantangan Hari ke-7 Suami adalah support system terbaikku. Meski kadang pemikiran kami nggak sejalan, dia tetap selalu ada untukku.  Dia tak pernah mengatakan apa pun tentangku, jika ditanya pun jawabannya selalu absurd. Tapi, kadang dia mengutarakan apa yang dia mau tentangku dengan cara unik. Sekali, dua kali, beberapa kali. Ada beberapa yang pernah "melukaiku", walaupun secara sadar aku tahu itu benar adanya. Namun, dari kesabarannya aku belajar, ada banyak hal yang harus kuubah tentang diriku sendiri. Dari sikap, sifat, emosi, dan lainnya. "Teruslah semangat, Bun!  Terima kasih, Apak, berkatmu juga aku bisa perlahan belajar mengelola emosi, meski kadang masih di luar kendali. Terima kasih sudah sabar mengajari, mendukung, dan menemani." 12062024 Ibun Domi Dave

Persepsi Keluarga Besar terhadap Emosi Diri

Tantangan Hari ke-6 Ketika ditanya, apa yang keluarga besar sering katakan tentangku, aku terkenal dengan anak yang emosian. Dan, iya. Aku mengakuinya. Aku nggak pernah tahu, kenapa emosiku mudah meledak, tetapi yang sering aku rasakan, aku merasa itu maklum karena saat kecil aku sering dimarahi. Seolah luka pengasuhan itu masih ada di alam bawah sadarku, hingga membiarkanku meluapkan kekecewaan pada perilakuku sekarang. Namun, itu dulu. Sekarang, meski emosi negatifku masih mudah meledak, aku sudah lebih bisa mengendalikan diri. Sudah nggak ada lagi "dendam" pada masa laluku. Aku belajar berdamai dengan diri dan lingkungan yang membentukku. Dan, yang pasti, aku merasa senang jika ada yang jujur mengatakan bagaimana diriku di mata mereka. Karena dari sanalah aku sadari diri untuk berbenah. "Teruslah semangat, Bun!" 11062024 Ibun Domi Dave

Who I am?

Tantangan hari ke-5 Siapa aku? Dua hari ini, aku menuliskan segala emosi yang kurasa ke dalam kotak-kotak temperatur emosi. Pada dasarnya, beberapa hal yang kutulis sudah tidak asing lagi. Dan, untuk emosi negatif, aku pun sejauh ini sudah tahu bagaimana cara untuk meredakannya. Namun, kadang kala, aku masih saja dikuasai oleh "emosi" itu sendiri (yang sebenarnya adalah persepsi diriku). Akan tetapi, dibandingkan hari kemarin, hari ini aku mulai merasa lebih nyaman dan lebih tenang saat merespons emosi negatif yang muncul. Dan, di saat itulah, ada yang terasa lebih ringan di dada. PR masih ada, banyak. Aku tidak boleh terlena. Tetap harus rajin berlatih dan melakukan body scanning, box breathing, dan journaling agar aku makin dapat meregulasi emosi yang hadir dalam diri dan makin mengenali siapa diriku sendiri. "Semangat, Bun! Berada di titik yang rendah, bukan berarti tidak ada harapan untuk bertemu dengan hari yang indah." 10062024 Ibun Domi Dave

Mengenal Diri dengan Tabel Temperatur Emosi

Hari ke-4 Di hari keempat, aku belajar tentang tabel temperatur emosi. Aku diminta untuk menuliskan semua peristiwa yang terjadi. Tujuannya adalah untuk mengetahui emosi dominan yang sering muncul dipengaruhi oleh apa. Hal inilah yang akan menjadi "bekal"-ku di kemudian hari. Dan, hari ini, aku jadi tertawa sendiri setelah membaca ulang apa yang kutulis. Aku tertawa karena rupanya ada banyak yang hal yang seharusnya nggak perlu reaksi emosi seperti yang terjadi. Contohnya, saat Mamas tiba-tiba gagal toilet training. Seharusnya aku menyadari dari awal bahwa sebagai ABK penyintas disabilitas intelektual, memorinya tentu lebih pendek, mudah lupa. Jadi, nggak sepatutnya aku marah. Namun, mungkin ada pemicu lain yang membuatku naik darah. Bisa jadi aku yang lapar, jadi mood kurang bagus, sehingga reaksi tubuhku menjadi negatif dan terlampiaskan kepada anak. Contoh tabel akan aku unggah di postingan lain, ya. 🥰 Ah, aku jadi merasa malu pada diri sendiri. Sungguh, aku harus belajar

Kadarnya Menurun, Alhamdulillah

Hari 2 Body Scanning & P3K Kesadaran (Box Breathing) Hari kedua melakukan body scanning , entah kenapa sejak pagi nggak bisa fokus. Tadi pagi baru setengah sesi, si bayik udah bangun. Dia yang lagi dalam fase separation anxiety , begitu membuka mata langsung nangis kejer karena nggak lihat emaknya di sebelahnya. Auto nggendong dan malah jadi lanjut tugas negara pagi. Pada percobaan tadi pagi, sempat kurasakan hal yang sama dengan body scanning di hari pertama, tetapi rasa sesaknya sudah nggak seberat kemarin. Percobaan kedua, kulakukan lagi di malam hari setelah anak-anak lelap ba'da Isya. Kali ini masih belum bisa fokus juga. Namun, efek yang kurasakan sudah lebih jelas. Besok, semoga bisa lebih fokus lagi. "Tak apa, Bun, yuk dilatih terus. Kamu pasti bisa!" 💪🏻 Untuk box breathing , di hari kedua ini aku merasakan efek yang luar biasa. Sedari pagi sudah ada aja masalah yang muncul—Mamas yang drama nggak mau sekolah; pesanan katering untuk acara di sekolah terlam