Langsung ke konten utama

Sirkumsisi Anak dengan Epilepsi

Setelah maju mundur untuk konsultasi dengan dokter anak, pada bulan Mei 2025 akhirnya aku dan suami memberanikan diri membahas sirkumsisi. Awalnya kami mau pakai jasa di klinik khusus khitan, tapi beliau menyampaikan bahwa risikonya terlalu tinggi. Anak-anak dengan riwayat epilepsi riskan kambuh saat berada dalam situasi kurang nyaman, apalagi Anaqu ada ADHD juga (dia hiperaktif impulsif). Jangankan mau tindakan, baru kontrol rutin yang notebene hanya setor muka, orang tuanya yang cuap-cuap bareng dokter aja Anaqu udah teriak minta pulang.

Memang, trauma Anaqu masih begitu melekat. Dia takut melihat nakes atau orang yang berseragam putih-putih karena semasa balita dia sering banget opname, ditusuk jarum buat cek lab, pasang infus, dan terakhir malah injeksi obat penenang pas mau EEG. Makin takut dia.

Dokter bilang, kasus seperti Anaqu mau tidak mau harus sirkumsisi melalui bedah dengan bius total. Kami pikir, prosesnya sama saja. Hanya beda pada penggunaan bius. Makanya ketika dokter anak acc, kami gegas mengurus rujukan ke dokter bedah di RS yang sama.

Alhamdulillah, pengurusan rujukan di faskes 1 juga mendapat kemudahan. Pas ketemu dokter bedah pun, beliau langsung acc tindakan. Tinggal janjian mau tanggal berapa (kami memilih tanggal 30 Juni).

Namun, ternyata kami salah besar. Proses bedah bius total, sekalipun itu hanya sirkumsisi, persiapannya sama dengan pasien yang hendak tindakan bedah lainnya. Harus rontgen dulu, cek laboratorium dulu, harus opname dari sehari sebelum tindakan, pasang infusan juga, harus puasa 7-8 jam juga. 

Well, di sinilah drama dimulai. Ini cerita tentang pengalaman yang kami alami selama mendampingi Anaqu. Mungkin, bisa jadi berbeda pada anak lain, meskipun sama-sama penyintas epilepsi/ADHD.

Anaqu yang trauma sama perawat, menolak dipasang infus. Setelah berdiskusi agak panjang dengan dokter anastesi, akhirnya diputuskan untuk memasang infus di menit-menit menjelang tindakan saja. Namun, tetap saja. Pagi itu (Senin, 30 Juni), kami dan seorang perawat mengantarkan Anaqu ke instalasi bedah sentral. Sembari menunggu ruangan siap, tadinya mau pasang infus. Ternyata gagal. Dia teriak-teriak ketakutan.

Diskusi dilakukan lagi. Anaqu penginnya ada kami di ruang transit. Oke, kami diperbolehkan menemani menunggu. Lalu, salah satu nakesnya (aku agak lupa perawat/dokter) minta suami memakai pakaian pelindung untuk mengantar Anaqu sampai ke dalam ruangan operasi, membantu memegangi sebelum dibius dan diinfus. Sedangkan aku, dipersilakan keluar saat suami sudah masuk ke ruangan inti.

Ya Allah, deg-degan banget rasanya. Satu setengah tahun lalu, aku yang ditunggu suami di luar ruangan itu. Kemarin, aku yang menunggu anak sulung kami. Selang lima menit, suami keluar, aku makin cemas. Dia bilang aman. Semua terkendali. Anak kami akhirnya dibius pakai metode uap (seperti nebu gitu), baru dipasang infus. Agak lega rasa hati.

Dua puluh menit berlalu. Perawat keluar memanggil salah satu dari kami. Suami memutuskan biar aku saja yang masuk ke ruang transit lagi, sebelum pindah bangsal. Kulihat, Anaqu terpejam di atas brankar, memakai selang oksigen nasal dan oximeter. Langsung memoriku berputar mundur ke masa dia koma 6 tahunan yang lalu. 😭 Dalam hati berdoa, Ya Allah sehat-sehat-sehat. Anaqu sehat.

Tepat pukul 9.30, dia mulai sadar. Lalu kami dipindahkan ke bangsal rawat inap lagi. Drama lain dimulai. Masih setengah sadar, dia minta turun bed, pengin jalan-jalan. MasyaAllah, ini anak ampuh bukan main. Bius aja efeknya secepat itu hilang. Pantas aja 2x dikasih obat penenang sebelum EEG nggak manjur sama sekali, blas nggak tidur, cuma ada efek ngantuk doang. 😇

Ibu mana yang harinya nggak campur aduk melihat anaknya masih teler, tapi maunya aktif. Perawat aja sampai pasrah sama kami setiap mau ngecek tensi, suhu, dan pasang oximeter. Infus juga terpaksa langsung dilepas setelah konsultasi sama dokter lagi karena jebol terus, padahal kedua udah dipasang spalek biar nggak ditarik-tarik. 😞😞

Wislah, ini mah judulnya dokter manut pasien. Bukan pasien yang manut dokter. 😂 Ya, itulah Anaqu. Pasien super istimewa dokter bedah di sana, di penghujung Juni 2025.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Body Scanning dan P3K Kesadaran

 TANTANGAN 14 HARI BUNDA SAYANG #9 Zona 1 - SELF AWARENESS Akhirnya, kelas Bunda Sayang dimulai. Setelah mengikuti welcome party , piknik pantai, dan menyimak pemaparan materi, kini saatnya mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari.  Hari 1 Body Scanning & P3K Kesadaran (Box Breathing) Hari ini, aku mulai melakukan body scanning. Mungkin agak terlambat, karena sebaiknya dilakukan pada pagi hari, tetapi aku baru bisa melakukan dengan benar-benar di malam ini setelah kedua bocah terlelap selepas Isya. Dari pagi nyobain , tapi nggak bisa tuntas karena keburu kejar-kejaran sama tugas ini itu. Beberapa hari ini, dua jagoanku demam bapil barengan. Semua maunya sama emaknya. Kerjaan juga banyak yang sudah di ambang pintu deadline . Sehingga, kondisi badan dan pikiran rasanya seperti gado-gado, tumpah ruah jadi satu dalam piring. Tinggal tambah kerupuk biar makin eneg. Eh, enak. 😅 Saat melakukan body scanning sambil mendengarkan audio tadi, air mataku jatuh tanpa kusadari ketik...

Bahasa Isyarat

Beberapa kali pernah memiliki teman tuli, membuatku berkeinginan untuk dapat menguasai bahasa isyarat. Namun, seiring waktu, jarak yang menyekat kami dan minimnya informasi dimana aku bisa belajar lebih dalam, akhirnya membuat keinginan itu menguap begitu saja. Rasa itu muncul kembali saat Anaqu terdiagnosis Speech Delayed hingga usia sekolah dasar (beberapa kali regresi total karena anfal), membuatku ingin lagi belajar bahasa isyarat ini. Bukan karena aku tak percaya dia akan bisa berbicara suatu saat nanti. Namun, ada rasa ingin bisa berkomunikasi lebih baik dengannya atau mungkin jika bertemu dengan teman tuli lainnya. Beruntung banget di Bootcamp Duta Inklusif IbuInklusif   ini mendapat sharing dari pengajar bahasa isyarat dan juru bahasa isyarat. Dimulai dengan mengenal alfabet seperti ini, nih. Dan kali ini aku mencobanya untuk berkenalan (eja nama).  Teman-teman yang bisa bahasa isyarat, mohon koreksinya ya jika ada salah. 🙏🏻🙏🏻 Terima kasih. #ibuinklusif #mis...

Kadarnya Menurun, Alhamdulillah

Hari 2 Body Scanning & P3K Kesadaran (Box Breathing) Hari kedua melakukan body scanning , entah kenapa sejak pagi nggak bisa fokus. Tadi pagi baru setengah sesi, si bayik udah bangun. Dia yang lagi dalam fase separation anxiety , begitu membuka mata langsung nangis kejer karena nggak lihat emaknya di sebelahnya. Auto nggendong dan malah jadi lanjut tugas negara pagi. Pada percobaan tadi pagi, sempat kurasakan hal yang sama dengan body scanning di hari pertama, tetapi rasa sesaknya sudah nggak seberat kemarin. Percobaan kedua, kulakukan lagi di malam hari setelah anak-anak lelap ba'da Isya. Kali ini masih belum bisa fokus juga. Namun, efek yang kurasakan sudah lebih jelas. Besok, semoga bisa lebih fokus lagi. "Tak apa, Bun, yuk dilatih terus. Kamu pasti bisa!" 💪🏻 Untuk box breathing , di hari kedua ini aku merasakan efek yang luar biasa. Sedari pagi sudah ada aja masalah yang muncul—Mamas yang drama nggak mau sekolah; pesanan katering untuk acara di sekolah terlam...